contact
Test Drive Blog
twitter
rss feed
blog entries
log in

Rabu, 05 Mei 2010

my cerita


Suasana mendadak menjadi sangat tegang saat Ibu Eli mamasuki ruangan dan mulai memaki para muridnya. Memang mereka salah kerena tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh salah seorang guru mata pelajaran yang kebetulan tidak masuk tetapi digantikan oleh tugas yang harus dikerjakan oleh para siswa maupun siswi (Ibu Siti Iswanti, S. Pd.). Bertolak belakang dengan apa yang seharusnya terjadi, siswa maupun sisiwi tidak ada yang negerjakan tugas tersebut. Mungkin itu yang melatar belakangi kemarahan Wali Kelas yang sbelumnya tak pernah marah itu.

" Apa-apaan kalian itu, sudah sekarang kerjakan tugasnya!" gerutu Ibu Eli.

Siswa maupun siswi yang bisanya portesan menjadi berdiam diri tanpa kata melihat Wali Kelas mereka yang sebelumnya tidak pernah marah itu, dapat mengungkapkan kekesalannya tanpa ada aling-aling.

"Ya sudah pokoknya hari ini tugas itu harus ada di Meja Bu Anti!" gumamnya.

"Ya bu.....!!!", semua siswa menjawab dengan serentak.

Pelajaran pun dimulai kembali, tidak pernak terfikir sebelumnya oleh para siswa bahwa akhirnya akan seperti ini. Seorang Guru yang mereka anggap hanyalah seorang guru yang 'ntrimonan', bisa mengunkanpkan kekesalannya. Tetapi difikir lebih jauh mereka juga bersalah telah melalaikan tugas yang diberikan kepada mereka tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Tanpa berfikir panjang merekapun langsung mengarjakan tugas tersebut, ya mekipun mengerjakannya juga terasa tidak ikhlas dan yah begitu lah dengan cara lama, setiap anak harus mengerjakan soal menurut nomor absennya dan ditulis didepan papan tulis sedangkan yang lainnya kalau bisa juga bisa mengerjakan jatahnya siswa lain. Nganeh kan, bukannya mengerjakan sendiri malahan dikerjakan bareng-bareng dipapan tulis. Mau jadi apa....????

Tidak pernah terlintas di dalam pikiran mereka, bahwa apa yang mereka perbuat membuat siswa yang sudah pinter akan menjadi tambah pinter karena benar-benar mengerjakan dan mungkin mengambil jatah pekerjaan siswa lain, di lain pihak yang kemampuannya ehm... maaf ni ya kurang, akan menjadi tambah ehm... sekali lagi maaf ni ya tambah kurang. Tambah kok kurang piye maksude...??? karena mereka tinggal meyalin jawaban dari papan tulis ke kertas tugas mereka. Nganehnya lagi tidak ada yang bertanya dari mereka yang ehm... kurang, dari mana jawaban tersebut.

"Ah ya mberuh kabeh, sing penting dedi." Kata mereka.

Giris memang, tetapi mau gimana lagi, kenyataanya seperti itu. Sebentar, ini cerita apa kenyataan ya???? Perlu diketahui sebelumnya bahwa ini cerita nyata yang dialami oleh yang duwe blog + sedikit-sedikit dimodifikasi.... I'm sorry sebelumya tidak memberi tahu.

Kembali ke cerita, akhirnya tugas diselesaikan pada jam pelajaran yang terakhir. Tugas dikumpulkan di meja tugasnya Bu Anti (guru mata pelajaran kesenian). Dengan pedanya tanpa ada sedikit rasa menyesal telah terlambat mengumpulkan tugas.

"Wes nung?" tanya Ibu Eli kepada salah satu seorang profokator kemalasan mengarjakan tugas.

"Sudah Bu...."jawab Nunung, dengan tanpa rasa bersalah.

Perlu diketahui bahwa ada beberapa orang yang berpengaruh dalam kelas, antara lain : Nurchasanah (Nu2ng), Arini Isyatur Rodliyah (Rini), Rohman Hidayat (Dayat), Ahmad Zamroni (2-), dan saya sendiri tentunya. Anak-anak ini mesti berpangaruh besar baik dalam kegiatan yang elek seperti tadi maupun kegiatan baik seperti membantu –bantu di perpus dan lain sebagainya.

Hari itupun menjadi hari sial mereka, ya itu tadi mereka adalah profokator dari kesalah itu. Dan mereka otomatis akan di cerca, celaan (bukan celaan buat mata, awas nek salah ngartikana.....) dan hinaan dari teman-teman karena merekalah yang manjadi otak dari semua ini. Muka murung terpancar dari muka-muka mereka, meskipun begitu mereka merasa berhasil dengan mengarjakan tugas yang diberikan. Memang mereka itu tergolong orang-orang yang puasan, sedikit-sedikit puas, sedikit-sedikit puas, puas kok sedikit......

Memang pada saat itu, adalah susana paling menyebalkan. Mereka kehilangan seorang figur yang dapat membangkitkan semangat mereka dalam belajar. Mereka baru saja kehilangan Seorang Wali kelas yang menjadi panutan dari mereka. Beliau adalah Ibu Muniroch ST. Yang sebelumnya menjadi Wali kelas dari kelas mereka dan sekarang harus pergi meninggalkan mereka untuk berjuang mencerdaskan kehidupan bangsa di sekolah lain. Ditambah lagi mereka ditinggal pada saat menjelang pelaksanaan Ujian Nasional. Sungguh berat memang, apa boleh buat kita tidak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula beliau juga melaksanakan suatu tugas yang mulia. Apa mereka harus meyalahkan beliau, rasanya tidak sinergis apa bila mereka menyalahkan Figur yang membuat mereka lebih tegar dalam menjalani hidup. Karena sepeninggalan Ibu Muniroch ST. mereka sadar bahwa waktu harus tetap berjalan, dengan atau tanpa beliau mereka harus bisa melanjutkan mencerdaskan diri mereka sendiri.


0

ceritaku

Followers